Rayapost.com-Kasus tambang emas ilegal kem-bali menyeret warga negara asing asal
Tiongkok di tanah Papua. Pada 16 Sep-tember 2025, aparat gabungan meng-amankan seorang pria berinisial HB di Kabupaten Keerom, Papua, yang di-
duga kuat melakukan aktivitas penam-bangan emas ilegal di kawasan hutan perbatasan.
Penangkapan ini menambah daf-
tar panjang praktik eksploitasi emas
Indonesia oleh jaringan asing, setelah sebelumnya enam warga negara (WN)
Tiongkok ditangkap di Waropen pada 2021 dalam kasus serupa.
Meski berbeda waktu dan lokasi, benang merahnya terlihat jelas: keterli-batan WNA Tiongkok dalam jaringan penambangan emas tanpa izin (PETI) di Papua yang merugikan negara, merusak lingkungan, dan menyingkap adanva dukungan mafia lokal.
Jejak Tambang Ilegal di Papua
Informasi yang dihimpun menyebut HB ditangkap aparat setelah warga melaporkan adanya aktivitas mencurigakan di sekitar kawasan hutan yang dikenal sebagai lokasi rawan PETL. Saat digerebek, HB ditemukan bersama sejumlah pekerja lokal, alat pe-
nyedot pasir emas, serta bahan kimia berba-haya untuk pemurnian emas.
Meski barang bukti belum diumumkan secara resmi, aparat memastikan HB akan diproses hukum sesuai aturan tindak pidana pertambangan dan imigrasi Kasubdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Papua, Kom-pol Agus F. Pombos, mengatakan pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka karena berperan sebagai investor dalam tambang ilegal itu.
*HB ditangkap di Kampung Kalipur, Dis-trik Senggi dan saat ini berada di tahanan Polda Papua guna pengembangan penyeli-dikan,” katanya seperti dilansir ANTARA, 16 September 2025.
Penangkapan HB mengingatkan publik bahwa Papua kini bukan hanya target per-usahaan besar legal, tetapi juga incaran ja-ringan tambang ilegal internasional.
Kabar penangkapan HB seakan mem-buka kembali ingatan publik pada kasus serupa empat tahun lalu, ketika itu TNI
mengamankan enam WNA Tiingkok
di
syarakat melaporkan adanya aktivitas men-curigakan di sungai yang diduga dijadikan
lokasi tambang emas liar.
Ketika aparat turun ke lokasi, temuan mereka mengejutkan: enam WN Tiongkok itu tidak memiliki paspor atau dokumen imi-grasi sah, namun sudah melakukan penam-bangan emas ilegal dengan alat penyedot pasir dan peralatan rakitan. Kasus itu sem-pat ramai dibicarakan, tetapi publik jarang mendengar kelanjutan proses hukumnya.
Kedua kasus—HB di Keerom dan enam
WN Tiongkok di Waropen-menegaskan pola yang sama: Masuknya pekerja asing secara ilegal, aktivitas tambang emas liar di wilayah terpencil, serta lemahnya peng-
awasan negara.
Jauh sebelum itu, pada 2018, Kantor Imi-grasi Kelas Il Tembagapura, Timika meng-amankan 13 dari ratusan WNA Tiongkok yang disinyalir bekerja di sejumlah perusa-haan tambang emas rakyat di Kabupaten Nabire tanpa melapor secara resmi kepada
imigrasi
“Bukan puluhan orang saja, bisa sampai ratusan orang Ini sudah berlangsung lama tanpa ada pengawasan,” tandas Kepala Kan-tor Imigrasi Kelas Il Tembagapura, Timika Jesaja Samuel Enock seperti dikutip iNews.
coid pada 11 Juni 2018.
ringan tambang ilegal internasional, terma-suk yang dikendalikan WNA Tiongkok. Hal ini tak lepas dari dua faktor utama:
- Cadangan emas besar – Papua dikenal memiliki salah satu deposit emas terbesar di dunia, baik di tambang resmi maupun di wilayah hutan yang belum tersentuh eksploitasi modern.
- Pengawasan lemah – Luas wilayah, kondisi geografis sulit, serta keterbatasan aparat membuat banyak titik rawan PETI di Papua sulit diawasi secara berkelanjutan.
Kalau kasus tersebut dibiarkan, Papua bisa menjadi Kalimantan kedua, di mana tambang emas ilegal marak dan bahkan di-kendalikan oleh jaringan asing dengan so-kongan mafia lokal.”
Meski fokus kasus terbaru ada di Papua, pola keterlibatan investor Tiongkok dalam tambang emas ilegal juga sudah lama ter-lihat di Kalimantan Barat. Nama-nama se-perti Yu Hao, yang divonis 3,5 tahun penjara karena terbukti menambang emas ilegal
seberat 774 kilogram di Ketapang, menjadi contoh betapa besar skala kejahatan ini.
Selain Yu Hao, publik sempat mendengar istilah”golden manager”, sebutan
untuk WNA Tiongkok yang mengatur jaringan PETI di Kalimantan dengan buruh lokal. Kasus-kasus itu memperlihatkan pola serupa: modal dan teknologi dari asing. perlindungan dari mafia lokal, sementara kerugian negara mencapai triliunan rupiah setiap tahun nya.
sumber:the epoch time