Kisah Ketimus: Manisnya Singkong Dalam Balutan Daun Pisang
Oleh: Prof. Admi Syarif, PhD
Dosen Unila dan Tukang Tulis
RayaPost.com— Bandar Lampung, wooi udah pada makan malam belum geh? beberapa hari lalu kita sudah menyajikan nikmat singkong goreng sambil ngopi “Kopi robusta Lampung” bersama dua tamu istimewa saya dari Finlandia. Sore ini, ketika kembali ke rumah, untuk ngopi sore, mbak ti menyiapkan kue berbahan dasar singkong yang begitu maknyus, ketimus alias lenet.
Izinkan saya kembalikan membagikan cerita kue khas tersebut (bahasa Lampungnya: Ketimus), yang berasa manis dibalik selimut daun pisang. Ana kidah, matei bangek ketimus ijo kidah.
Singkong memang bahan pangan yang sangat luwes untuk diolah menjadi aneka macam sajian. Bahkan singkong juga sangat nikmat ketika dimakan hanya dengan cara direbus atau dibakar. Banyak makanan atau kudapan bangek temon yang berbahan dasar singkong, seperti misalnya kolak, getuk, combro, sawut, tiwul atau misro.
Kembali cerita teman ngopi sore ini, mbak ti membuat kudapan ulun Lampung yang spesial, namanya ketimus. Agaknya ketimus ini memang dipengaruhi oleh banyaknya tanaman singkong di daerah Lampung. He he he, Lampung memang penghasil singkong nomor wahid di Indonesia ya gaes.
Selain di jual ke pabrik untuk dijadikan tepung, singkong juga banyak dijual dan harganya cukup murah. Artinya kita tidak perlu merogoh kantong dalam-dalan untuk menikmati berbagai kuliner berbahan singkong.
Beberapa hari lalu memang Purnomo, anak angkat kami, mencabut singkong di kebun belakang rumah dan kemudina mbak ti membuat misro. Kebetulan singkong ini sangat lempur, jadi misronya uenak tenan. OK gaes, lanjutkan baca cerita ini sampai habis geh, biar ente nggak ketimggalan jaman.
Bagi sebagian besar dari kita, termasuk ulun Lampung, mungkin nama kue alias kudapan tradisional ini cukup familiar di telinga. Kue ini memang tidak kalah enaknya dibandingkan dengan kue-kue tradisional lainnya, combro dan misro. Orang Lampung menyebutnya dengan ketimus, mirip dengan sebutan urang Sunda. Berbeda lagi dengan wong Jawa yang menyebutnya dengan nama lemet.
Ketimus terbuat dari parutan singkong, gula merah, dan dicampur dengan parutan kelapa. Membuat ketimus memang tidaklah begitu sulit alias jompil banget. Menurut sang pujaan hati, Yulia KW, langkah pertama, parut singkong yang sudah dikupas dan dibersihkan lalu campurkan dengan gula merah.
Kemudian aduk-aduk hingga gula larut. Setelah itu, tambahkan kelapa parut dan sedikit garam, kembali kembali adonan sampai rata.
Proses berikutnya adalah mempersiapkan daun pisang. Dengan menggunakan sendok makan, kita dapat meletakan adonan tadi ke atas daun pisang. Seteah membungkus dan melipat daun pisang pada bagian bawah dan atas, kita dapat mengukusnya hingga matang.
Setelah masak, kita dapat mendinginkan dan kemudian menikmatinya dengan Kopi atau teh panas. Rasanya yang manis dan gurih, dengan sedikit kenyal alias lengket , membuatnya begitu maknyus. Ketimus ini nggak akan marah kalau dijadikan kudapan teman ngopi pagi, siang, sore atau malam sekalipum. Benar lo gaes.
Ketimus juga bagus lo untuk mengganjal perut, buat ente suka telat makan, biar nggak kena penyakit maag. Jadi kalau ente pergi ke luar kota jangan lupa bawa beberapa buah ketimus.
Masih menurut Yulia KW, sang pujaan hati, katimus boleh dikatakan penganan yang murah meriah, gampang dibuat dengan biaya murah. Karena proses pembuatannya relatif mudah, ketimus atau lemet dikenal luas masyarakat. Kenyalnya singkong dan manisnya gula merah yang lumer di mulut memberi sensasi nikmat yang luar biasa.
Di Bandung, ketimus juga cukup populer. Teringat, saat kuliah si sana, ketika malam hari tiba, biasanya ada tukang bajigur menggunakan gerobak yang menjajakan bajigur dengan kacang rebus, ubi rebus dan sering kali ada juga ketimus alias lemet ini.
Di Lampung, Sai Bumi Rua Jurai, kita juga dapat dengan mudah membelinya di pasar-pasar tradisional, seperti pasar Way Halim, Pasar Koga, Pasar Tugu dan lain-lain.
Dengan mempelajari dan mengenal berbagai kuliner tradisional, khususnya Lampung, kita akan dapat lebih menghargai kekayaan dan menjaga warisan budaya yang ada. Melestarikan kuliner-kuliner ini juga pastinya menjadi bentuk penghormatan kepada ke-Lampung-an. Semangat !
OK gaes selamat menikmati kuliner gham. Dang lupo BAHaGiA geh ! Teruslah berbuat baik untuk Lampung yang lebih BAIK.