Menu

Mode Gelap
 

Dunia · 24 Jun 2025 14:13 WIB

Ketegangan Memuncak, Iran Pertimbangkan Penutupan Selat Hormus Usai Serangan AS


 Ilustrasi Perbesar

Ilustrasi

Teheran — Ketegangan geopolitik di kawasan Teluk kembali meningkat tajam setelah Iran mempertimbangkan opsi untuk menutup Selat Hormus. Langkah ini muncul sebagai respons atas serangan udara yang dilancarkan Amerika Serikat terhadap tiga fasilitas nuklir Iran pada Minggu, 22 Juni 2025.

Meski keputusan final belum diambil oleh Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, wacana penutupan selat strategis tersebut mendapat dukungan luas dari Parlemen Iran. Penutupan Selat Hormus dikhawatirkan akan memberikan dampak besar terhadap perekonomian global, terutama sektor energi.

Selat Vital dalam Rantai Pasok Global

Selat Hormus merupakan salah satu jalur pelayaran paling krusial di dunia. Selat ini menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman dan menjadi akses utama kapal-kapal menuju Laut Arab serta Samudra Hindia. Di utara, selat ini berbatasan dengan Iran, sementara bagian selatannya berbatasan dengan Oman dan Uni Emirat Arab.

Menurut data Badan Informasi Energi Amerika Serikat (EIA), sekitar 20 juta barel minyak—atau 20% dari total pasokan harian minyak global—melewati jalur ini setiap harinya. Jika selat ini ditutup, harga minyak dunia diperkirakan akan melonjak drastis.

Dampak Global, Asia Paling Terdampak

Mantan kepala intelijen Inggris MI6, Alex Younger, menyebut bahwa penutupan Selat Hormus akan menjadi “pukulan besar” bagi perekonomian dunia. “Langkah ini akan langsung mempengaruhi harga minyak global,” ujarnya.

Bahkan, sesaat setelah serangan AS terhadap fasilitas nuklir Iran, harga minyak mentah Brent sempat menembus angka USD 130 per barel. Sementara itu, manajer senior di Tortoyis Capital Tamamel memperkirakan harga bisa melonjak hingga USD 200 per barel jika pelayaran di Selat Hormus benar-benar terganggu.

Negara-negara Asia diprediksi akan mengalami dampak paling signifikan. Data EIA menunjukkan bahwa 84% minyak mentah dan 83% gas alam cair yang melewati Selat Hormus dikirim ke pasar Asia. Cina menerima sekitar 5,4 juta barel per hari, disusul India dengan 2,1 juta, dan Korea Selatan sebesar 1,7 juta barel per hari.

AS dan Cina Terlibat dalam Diplomasi Darurat

Ketegangan ini turut menarik perhatian Amerika Serikat yang kini terlibat konflik dengan Iran dan Israel. Menteri Luar Negeri AS, Mark Rubio, disebut telah meminta pemerintah Cina untuk menggunakan pengaruhnya guna membujuk Iran agar tidak menutup selat tersebut.

Sementara itu, situasi di kawasan Teluk semakin memanas setelah Iran melancarkan serangan balasan ke pangkalan militer AS di Qatar. Juru bicara Garda Revolusi Iran, Kolonel Iman Tajik, menyatakan bahwa serangan tersebut merupakan “pesan jelas dan langsung kepada Gedung Putih dan sekutunya.”

Selat Hormus di Ambang Krisis

Kini, bayang-bayang penutupan Selat Hormus semakin nyata. Dengan konflik yang terus memanas dan posisi strategis Selat Hormus dalam perdagangan energi global, dunia menantikan langkah selanjutnya dari Teheran dan reaksi dari kekuatan besar dunia. ***

Apa Komentar Anda?
Artikel ini telah dibaca 7 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Israel-Iran Hentikan Perang, Dua Versi Kemenangan Disuarakan

26 Juni 2025 - 14:19 WIB

Israel Bombardir Tabriz, Iran: Bandara dan Wilayah Militer Jadi Sasaran

13 Juni 2025 - 21:59 WIB

Strawberry Moon Mewarnai Langit Indonesia, Fenomena Langka yang Bikin Takjub

12 Juni 2025 - 13:29 WIB

Presiden Prabowo Bertemu PM Li Qiang: Tegaskan Persahabatan dan Kerjasama Strategis

7 Juni 2025 - 13:44 WIB

DPR RI Dorong Penguatan Kerja Sama Parlemen Indonesia–Italia

5 Juni 2025 - 10:30 WIB

Sabam Sinaga: Putusan MK Momentum Rekonstruksi Pembiayaan Pendidikan

5 Juni 2025 - 10:17 WIB

Trending di Berita