Menu

Mode Gelap
 

Politik · 5 Jun 2025 06:11 WIB

Profil Lee Jae Myung, Presiden Baru Korea Selatan


 Lee Jae-myung. Wikipedia Perbesar

Lee Jae-myung. Wikipedia

RayaPostcom – Lee Jae Myung menempuh perjalanan luar biasa dari kemiskinan ekstrem hingga terpilih sebagai Presiden Korea Selatan, salah satu negara terkaya di Asia.

Kemenangan Lee dari Partai Demokrat Korea (DPK) dalam pemilihan presiden pada Selasa, 3 Juni 2025, menandai puncak dari perjalanan politik yang penuh tantangan dan inspiratif.

Awal Kehidupan: Lahir dalam Kemiskinan

Lee lahir pada 1963 di desa terpencil Andong, Provinsi Gyeongsang Utara, sebagai anak kelima dari tujuh bersaudara. Saat itu, Korea Selatan adalah negara miskin dengan PDB per kapita setara negara-negara di Afrika sub-Sahara. Karena tingginya angka kematian bayi saat itu, kelahirannya baru didaftarkan setahun kemudian, sehingga tercatat resmi pada 1964.

Lee tumbuh dalam kemiskinan luar biasa. Setelah lulus sekolah dasar, ia pindah ke Seongnam dan bekerja sebagai buruh remaja di pabrik jam dengan upah 200 won (sekitar Rp2.371) per hari demi menghidupi keluarganya. Di usia 15 tahun, kecelakaan kerja menyebabkan cacat permanen pada lengan kirinya.

Namun, Lee tidak menyerah. Ia melanjutkan pendidikan secara mandiri dan berhasil masuk Fakultas Hukum Universitas Chung-Ang dengan beasiswa. Peristiwa Pemberontakan Gwangju 1980 membangkitkan semangatnya untuk memperjuangkan keadilan sosial.

Karier Hukum dan Awal Politik

Setelah lulus, Lee memulai karier sebagai pengacara hak asasi manusia di Seongnam. Ia dikenal sebagai pembela rakyat kecil, menolak korupsi, dan memperjuangkan proyek-proyek pelayanan publik. Perjuangannya di bidang hukum membawanya ke dunia politik.

Lee pertama kali mencalonkan diri sebagai wali kota Seongnam pada 2006 dan sebagai anggota parlemen pada 2008, namun keduanya gagal. Namun, semangatnya tidak padam. “Saya masuk politik untuk membantu mereka yang masih terjebak dalam kemiskinan dan keputusasaan seperti yang dulu saya alami,” ujarnya.

Pada 2010, ia terpilih sebagai Wali Kota Seongnam. Program-program sosialnya, seperti seragam sekolah gratis, dividen pemuda, dan perawatan pascamelahirkan, menarik perhatian publik. Gaya komunikasinya yang tegas membuatnya sosok yang kontroversial sekaligus populer.

Pada 2018, ia terpilih sebagai Gubernur Provinsi Gyeonggi. Ia memperkenalkan bantuan COVID-19 universal pertama di negara itu dan menindak pembangunan ilegal. Selama krisis politik 2016–2017, ia termasuk tokoh awal yang menyerukan pemakzulan Presiden Park Geun-hye.

Menuju Kepresidenan

Lee mencalonkan diri sebagai presiden pada 2022, namun kalah tipis dari Yoon Suk-yeol. Ia kemudian memimpin Partai Demokrat meraih kemenangan besar dalam pemilihan parlemen 2024.

Setelah Yoon dimakzulkan karena deklarasi darurat militer pada Desember 2024, Lee meraih hampir 90 persen suara dalam pemilihan internal partai dan kembali maju sebagai calon presiden. Ia memenangkan pemilu 2025 dengan selisih suara yang meyakinkan, mengalahkan Kim Moon-soo dari Partai Kekuatan Rakyat.

Visi dan Tantangan sebagai Presiden

Sebagai presiden, Lee berkomitmen memprioritaskan ekonomi. Beberapa program andalannya meliputi:

  • Investasi besar-besaran dalam kecerdasan buatan,

  • Penerapan sistem kerja empat setengah hari per minggu,

  • Insentif pajak bagi orang tua berdasarkan jumlah anak.

Dalam kebijakan luar negeri, Lee ingin memperbaiki hubungan dengan Korea Utara sambil tetap berkomitmen pada denuklirisasi. Ia juga berupaya menjaga keseimbangan antara aliansi dengan Amerika Serikat dan hubungan dengan Tiongkok serta Rusia.

Meskipun didukung mayoritas di Majelis Nasional, Lee menghadapi tantangan besar dalam mempersatukan negara yang masih terbelah akibat pemakzulan presiden sebelumnya.

Kontroversi dan Isu Hukum

Karier politik Lee tidak lepas dari kontroversi. Pada 2024, ia nyaris tewas akibat penikaman saat kampanye di Busan. Ia juga menghadapi lima proses hukum, termasuk tuduhan pelanggaran pemilu dan penyalahgunaan jabatan dalam skandal tanah.

Menurut konstitusi Korea Selatan, presiden yang menjabat memiliki kekebalan hukum kecuali dalam kasus pengkhianatan atau pemberontakan. Namun, masih ada perdebatan apakah kekebalan itu berlaku untuk proses hukum yang sudah berjalan sebelumnya. Untuk mengatasi hal ini, Partai Demokrat telah mengesahkan amandemen yang menunda proses hukum terhadap presiden hingga masa jabatannya berakhir.

Simbol Harapan

Meski diterpa berbagai persoalan hukum, Lee tetap mendapat dukungan luas, terutama dari kalangan muda dan kelas pekerja yang merasa dekat dengan kisah hidupnya. Kebangkitannya menjadi simbol harapan, ketangguhan, dan cita-cita masyarakat Korea yang ingin perubahan.

Apa Komentar Anda?
Artikel ini telah dibaca 50 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Gerindra Dukung Evaluasi Tambang Nikel Raja Ampat: “Jaga Warisan Ekologis Bangsa”

7 Juni 2025 - 13:47 WIB

Megawati Kembali ke Blitar, Tabur Doa untuk Sang Proklamator

7 Juni 2025 - 13:39 WIB

Megawati ke Prabowo: Jaga Kesehatan, Jaga Bangsa

7 Juni 2025 - 13:21 WIB

PKS Ajak Anak Muda Pimpin Perubahan Lewat Podcast Kurban

7 Juni 2025 - 13:15 WIB

Trending di Politik